Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cukupkah Hafalan Qur'an sebagai Bekal? Untukmu Penghafal Al Qur'an

Kita diperintahkan untuk berlomba dalam kebaikan.

Tapi tidak untuk saling menjatuhkan!

Tujuan kita sederhana, menjadi pribadi yang lebih baik daripada hari ini.

Bukan menjadi pribadi yang merasa lebih baik daripada orang lain!

Aku awali coretan hari ini dengan sedikit tulisan sok keren di atas. Tapi emang keren sih wkwkk.

Sudah lama sebetulnya ketika hendak menulis sebuah coretan yang berkaitan sama judul di atas. Mungkin sudah terbengkalai itu judul, ada kalo cuma sebulan. haha

Untuk saat ini memang menulis masih menjadi sebuah momok untuk diriku sendiri. Harus menunggu mood baru bisa menulis. Tapi beda sih kalo kondisinya kepepet. Misalnya dulu pas menulis skripsi, biar tidak banyak biaya dan tentunya karena sudah ada tanggungan keluarga harus secepatnya dikelarin tuh tugas akhir. Waktunya sih sekitar 6 bulan aja selesai tinggal nunggu waktu sidang.

Sedangkan sekarang ini, menulis masih menjadi hobi sampingan aja. Hobi utamanya seputar jualan sama ternak burung kenari.

Ok! Aku lanjut tulisannya yang seputar judul di atas yak!

Di tahun 2024, di mana tulisan ini dibuat, ada beberapa berita atau gibahan di sosial media soal “Penghafal Qur’an tapi kog Pacara!" Mungkin agak aneh ya, orang yang dekat dengan Al-Qur’an kog malah melanggar aturanNya?

Sudah beberapa tahun ini, mungkin sejak aku SMA kali yaa, sekitar tahun 2010. Tren menghafal Al-Qur’an itu udah booming. Tiap ada anak yang lulusan pesantren lalu lanjut sekolah di SMA Negeri biasanya akan ditanyai soal hafalan Qur’an. “Kamu sekarang sudah hafal berapa surat?”

Boomingnya menghafal Al-Qur’an ini telah sampai hari di mana tulisan ini dibuat, tahun 2024.

Fenomena penghafal Al Qur’an tapi pacaran mungkin menjadi hal yang ambigu di dalam benak kita semuanya. Kenapa sih bisa begitu? Bukannya kamu hafal Qur’an ya? 

Tidakkah cukup hafalan Qur'an menjadi bekal hidup?

Mengapa Penghafal Al Qur’an tapi Melanggar Aturan Allah?

Pertanyaan pertama yang muncul dikepalaku tuh ya ini sih.

Kita cermati sebentar mengenai Al-Qur’an itu sendiri ya. Pertama, hal yang patut diketahui bersama bahwa Qur’an itu berbahasa Arab bukan bahasa Indonesia.

Lah, itu kan ada terjemahannya Mas!?

Buat teman-teman jangan sekali-sekali memahami suatu perintah di dalam Qur’an melalui terjemahan ya! Haram hukumnya bagi kita orang Awam! Loh kog gitu Mas?

Untuk membedah atau memahami persoalan yang ada dalam suatu ayat kita memerlukan banyak disiplin ilmu, mulai dari bahasa Arab, peradaban Arab, ilmu Hadits, ilmu Al-Qur’an yang di dalamnya ada pembahasan ayat mana yang menjadi nasakh dan ayat yang mansukh, dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang harus dikuasai. Sedangkan kita bahasa Arab aja kagak paham, udah mau ambil kesimpulan dari sebuah ayat. Yang ada malah sesat kita nya. Lebih-lebih malah menyesatkan orang lain, kan fatal jadinya.

Sebagai contoh aja nih, kita baca terjemahan Surat An Nisa’ ayat 43 yang potongan artinya sebagai berikut,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan . . .

Kira-kira apa hukum yang bisa kalian ambil dari ayat di atas?

Kalau hanya melihat dari ayat ini saja, aku mikirnya “Boleh nih kita mabuk-mabukan asal tidak di waktu mau sholat”. Padahal kita diajari sejak kecil, yang namanya mabuk-mabukan itu dosa besar. Tapi kog di ayat ini beda ya? Bingung?

Jawabannya tuh, ayat 43 ini udah dimansukh sama surat Al Maidah ayat 91 yang artinya,

Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

Nah, kembali lagi ke awal mengenai syarat seorang mampu menafsirkan Al Qur’an tadi, bahwasannya menghafal itu bagian kecil dari proses panjang untuk menguasai Tafsir atau Takwil Al Qur’an.

Terus gimana dong cara memahami Qur’an dengan baik tapi ilmu yang harus dikuasai seabrek gitu? Peninglah kepala!

Bagaimana Memahami Al Qur’an yang Mudah untuk Orang Awam

Teruntuk kita orang Awam, karena mendalami disiplin ilmu Qur’an amatlah lama dan sulit, tentu memilih mencari metode memahami Al Qur'an dari sumber rujukan adalah cara  yang mudah, dalam artian hasil yang sudah matang.

Al Qur’an diibaratkan sebuah buah yang masih mentah, untuk menikmati manisnya tentu harus melalui beberapa proses yang hanya bisa dilakukan oleh ahlinya(dalam artian tidak menunggu matang di pohon, meskipun begitu juga perlu tahu ilmu mengenai kondisi buah sudah matang apa belum). Sebagai orang Awam, hal yang paling mudah ya mendengarkan dari guru yang kompeten di bidang Tafsir.

Ada masalah lagi nih, “Gimana kalau gurunya tuh tidak ada?”.

Kita sebagai orang Indonesia -aku juga dari Indonesia ini-, cukup dimudahkan dengan beberapa karya ulama kita sendiri. Ada ulama dalam bidang Tafsir yang masyhur bukunya, seperti Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka, Tafsir Al Mishbah karya Prof. Quraisy Syihab dan lainnya. Kalian bisa cari sendiri di Google.

Oh iya, jangan sampai hanya bermodalkan baca secara mandiri terus kita terlalu berani dengan membuka kelas atau kajian seputar Tafsir yaa. Karena kita sekali lagi tidak punya kemampuan mengenai disiplin ilmu yang memadai untuk membedah Tafsir. Cukup pemahaman kita sementara waktu digunakan untuk diri sendiri, dan tetap berusaha bertanya kepada mereka(Guru) mengenai kejelasan suatu Tafsir.

Akhir Kata

Ilmu Agama tidaklah mudah, bahkan pada kebanyakan orang merasakan sulitnya. Tenang, kamu tidak sendirian karena ada temannya, siapa lagi kalau bukan Aku?

Keberkahan ilmu terletak pada adanya Guru yang mengajari dan mendidik kita. Oleh karenanya, sebaiknya kita mengusahakan belajar ilmu apapun itu dengan adanya Guru.

Memahami sebuah ayat merupakan kewajiban bagi setiap individu, bukan kewajiban orang lain. Rajin membaca dan mengulik berbagai macam ilmu sudah menjadi keharusan bagi kita. Apatah firman Tuhan yang pertama? Bukankah berkaitan dengan membaca ilmu?!

Semoga bermanfaat!

Posting Komentar untuk "Cukupkah Hafalan Qur'an sebagai Bekal? Untukmu Penghafal Al Qur'an"